O L E H Y U D I N O O R H A D I Y A N T O
Sumur Sendang adalah satu-satunya sumber mata air di pedesaan masyarakat Jawa Tengah yang dapat memberikan kebutuhan air untuk keluar dari satu Dukuh maupun Desa. Secara geografis, sumur ini berada dipinggiran Dukuh yang disamping sumurnya terdapat pohon Beringin dan Bambu berjajar tapal batas suatu Desa/Dukuh.
Secara kultural, di era 1980-an mayoritas Sumur Sendang memiliki kaidah makna nilai yang sangat tinggi bagi masyarakat dalam menjalankan roda kehidupannya sehari-hari. Baik untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, maupun untuk pertanian. Beraneka metode telah dilakukan oleh masyarakat di daerah yang memiliki sumberdaya air dengan melakukan penjagaan dan pengelolaan secara konvensional.
Teori lama semacam ini memberikan definisi obyektif bahwa masyarakat masih hidup dalam sebuah sistem yang tertata, teratur, tertib, dan berada dalam satu lingkaran diri dari satu prinsip kebudayaan. Yaitu kentalnya ikatan silaturrahmi dan kekerabatan antar warga satu dengan tetangganya dalam ikatan tali jaminan spiritual. Masyarakat masih punya tata konsep etika yang relatif sama tentang Sopan-santun, Unggah-ungguh, dan Toleransi. Inilah ajaran Adiluhung Leluhur yang menjadi Diri yang memiliki Jati.
Sumber Bahasa Agung Airnya
Jujur saya sangat merasakan kesejukan air dan rindangnya pohon saat mengambil air di Sumur Sendang saat kecil. Airnya tidak berbau dan tidak berasa. Memberi kesan bahwa air dari Sumur Sendang amat pas sekali digunakan untuk minum, memasak, dan juga memandikan dan minum makan ternak. Baik itu disaat musim Kemarau maupun musim Hujan. Intinya dalam segala Cuaca dan Musim, sumur ini selalu mengeluarkan sumber “mata air” yang dapat di handalkan di pedesaan.
Sumur ini juga sangat di sakralkan oleh masyarakat Jawa. Pohon Beringin didekatnya selalu memberikan kesan mitos ditengah masyarakat akan penghormatan terhadap pohon-pohon besar yang tua usianya.
Kalau kita telisiki lebih jauh, ternyata faktor lancarnya sumber “mata air” itu akibat masih terdapatnya pohon Beringin dan Bambu disekitarnya. Dari cengkraman akarnya yang lebat didalam struktur tanah, dapat menyimpan kadar air lebih besar. Disamping faktor keberadaan hutan di sekitar desa-desa di Jawa Tengah masih labil dan belum rusak.
Dengan bersatunya unsur alam yang seimbang, kadar oksigen dari dalam udara yang muncul dari mulut daun dari rindangnya pepohonan pun masih bersih dan segar untuk di konsumsi. Udara yang segar ini memberikan “suplemen” atau nutrisi dalam tubuh, untuk jauh dari serangan virus-virus penyakit didalam tubuh kita. Dan memperlancar kinerja sel-sel tubuh dalam proses reproduksi kerja masyarakat yang sehat jasmaninya.
Sumur Yang Merana
Sejarah selalu memberikan guru terbaik bagi kita semuanya di saat ini. Sejarah tak pernah berbohong untuk menunjukkan eksistensi kebenarannya. Ia meruang diantara bergulirnya waktu dan selalu akan menjadi kisah abadi untuk kita jadikan cermin diri dan Kompas petunjuk bagi masa depan.
Kalau kita simak dan tengok di sekeliling lingkungan kita saat ini, secara demografis maupun geografis. Maka terlihat jelas, Sumur Sendang ingin menunjukkan asas manfaat pada warga masyarakat pedesaan saat sedang di landa kekeringan. Historisitas-implikasi dalam fenomena konteks sekarang adalah kesulitan mencari air dan merasakan udara panas disiang hari dan udara yang amat dingin sekali dimalam hari.
Hilangnya sumber mata air Sumur Sendang menunjukkan bahwa ekosistem di lingkungan alam kita memang tidak standar dan berimbang. Yaitu hilangnya sumber mata air dan parahnya kualitas udara yang kita hirup dari paru-paru kita setiap hari. Mengapa demikian?
Karena air Hujan yang jatuh langsung mengalir ke Sungai, bukan masuk ke dalam tanah. Berkurangnya daerah resapan air ini mengakibatkan pada saat datangnya musim Kemarau aliran air dalam tanah menjadi berkurang. Sehingga berpengaruh pada sistem jaringan sungai, dan hilangnya mata air. Pepohonan di hutan yang dapat menyimpan kadar air tinggi juga menjadi faktor pemanasan udara. Termasuk musnahnya sebagian besar keberadaan Sumur Sendang yang kini merana dilingkungan kita.
Perkembangan mutakhir dari majunya Modernisasi, Globalisasi, dan Tehnologi pun melahirkan permasalahan baru bagi kita semuanya. Lebih-lebih dalam dunia industri. Mereka yang masuk dalam sistem kinerjanya masih mengedepankan keuntungan sesaat. Yang lebih mengutamakan logika keuntungan materi yang banyak, dari pada mengatasi bagaimana dampak bagaimana menyeimbangkan keberadaannya terhadap rusaknya alam.
Dari tangan aparat pemerintah, dengan dalih perbaikan lingkungan, proyek-proyek pengembalian hutan pun masih jauh dari implementasinya. Buktinya, sekian tahun kita berjalan dengan gonta-ganti Gubernur dan Presiden, sebagian besar lahan hutan di Jawa Tengah masih kering-kerontang. Hemat saya, dari hilangnya Artefak Sumur Sendang, kita segera berbondong-bondong dengan kesadaran spirit energi kebersamaan horizontal menuju lahan hutan yang tandus menanam, merawat, dan menjaga keberadaan pohon-pohon demi masa depan anak cucu kita!
YUDI NOOR HADIYANTO
Warga Blora, mantan anggota teater Metafisis Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang
Jumat, 31 Juli 2009
Bercermin Dari (Artefak) Sumur Sendang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Test.....
Posting Komentar